Sebagian Produk Dari Sampah |
Ngronggot, Sore itu di sebuah rumah yang
cukup sederhana, terlihat suasana yang berbeda dan tidak biasa. Ketika penulis
datang, Sekelompok ibu-ibu paruh baya berkumpul dalam ruangan yang tidak lebar
beralaskan tikar. Ada sekitar 13 orang yang duduk melingkar, seakan siap
melahap tuntas gossip yang ada di lingkungan sekitar. Terkadang terdengar keras
gelak tawa disertai gurauan dari gerombolan ibu-ibu itu. Selain ibu-ibu,
terdapat pemandangan janggal tatkala penulis melihat seorang pria di tengah
kerumunan. Sosok pria kumus-kumus berperawakan kurus namun murah senyum itu
seolah tersesat di kerumunan wanita yang jauh lebih tua darinya. Adalah M.
Taufiqurrohman, pria yang akrab disapa pak Taufiq oleh ibu-ibu itu adalah
Pendamping PKH yang senantiasa setia menemani dalam setiap kegiatan. Di sebelah pak Taufiq, ada seorang wanita tambun yang dengan santun memlpersilahkan penulis
masuk rumah. Dia adalah Ibu Umiroti, pemilik rumah sekaligus mentor bagi
ibu-ibu yang sedang berkumpul.
Jangan salah sangka, tidak seperti
kebanyakan ibu-ibu yang suka berkumpul untuk sekedar bergosip ria, ibu-ibu itu adalah
para anggota PKH (Program Keluarga Harapan) di Desa Banjarsari Kecamatan
Ngronggot Kabupaten Nganjuk. Bukan tanpa sebab mereka bergerombol, melainkan
untuk berlatih mebuat kerajinan tas dari barang bekas (sampah). iya, sampah...
Perlu diketahui, PKH sudah ada di
wilayah Kabupaten Nganjuk sejak tahun 2013 sampai sekarang. PKH merupakan salah satu
program pemerintah dalam hal penanggulangan kemiskinan. Dengan cara pemberian
bantuan tunai Bersyarat kepada keluarga miskin, diharapkan menjadi stimulant
bagi mereka untuk lebih memperhatikan Pendidikan dan Kesehatan anaknya. Karena
kemiskinan kebanyakan dilatar belakangi oleh Pendidikan yang kurang dan
Kesehatan yang buruk. Oleh karena itu, memutus mata rantai kemiskinan salah
satu caranya adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, dalam
artian sehat dan cerdas. Seperti salah satu bait mars PKH.
Kembali kepada masalah sampah,
sebagian Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) di
Banjarsari memang sudah mulai menggeliat. Tidak sekedar menunggu bantuan
pemerintah, mereka sudah mulai berfikir kreatif untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Salah satunya adalah Ibu Umiroti. Usaha membuat kerajinan
sebenarnya sudah ditekuni ibu tiga anak ini sejak usia muda. Namun sempat
terhenti lantaran harus pergi ke luar kota mengikuti sang suami dan mulai
kembali setelah balik kampung dan mendapatkan bantuan PKH. Pada dasarnya, Ibu
Umiroti ini memiliki kemampuan dalam mengolah berbagai kerajinan, seperti
manik-manik, hiasan bunga, menyulam dan sebagainya. Namun karena keterbatasan
dana beliau mengarahkan keahliannya pada kerajinan yang tidak memerlukan banyak
modal. Terlebih setelah melihat sampah gelas minuman berserakan di lingkungan
sekitar, jiwa kreatifnya semakin membara. Terlebih harga kerajinan ini cukup
menjanjikan. “Eman-eman mas sampahnya
jika tidak dimanfaatkan” kata Ibu Umiroti dengan nada medoknya.
Setelah mendapat sambutan positif
dari ibu-ibu anggota PKH yang lain, dan motivasi dari pendamping PKH setempat,
dibentuklah sebuah kelompok sebagai rintisan KUBE (Kelompok Usaha Bersama). “Hal
ini dimungkinkan mengingat peserta PKH bisa mendapatkan prioritas dalam
pengajuan KUBE” Urai Taufiqurrohman, mengutip ucapan Koordinator Pendamping PKH
Kabupaten Nganjuk. Meski sudah mulai di rintis sejak tahun 2015, namun tidak
semudah membalikkan telapak tangan. “Angel
mas kon istiqomah”, begitu kata Ibu Umiroti seakan menggambarkan semangat
yang naik turun dari anggota yang ingin berdikari melalui usaha kreatif
pembuatan kerajinan tas dari sampah. Baru kemudian pada tahun 2017 ini mulai
aktif kembali, setelah Pendamping PKH Ngronggot membuat Program Bank Sampah. Paling
tidak dengan keberadaan Bank Sampah, bahan mudah didapat dengan harga yang
lebih bersahabat.
Sekarang, di Desa Banjarsari sudah
ada 11 orang yang aktif dalam usaha kreatif pembuatan Kerajinan dari sampah. Ada
berbagai jenis varian yang jadi unggulan, seperti tas untuk belanja, tas untuk
keperluan kerja, juga ada kerajinan wadah air mineral. Meski cukup banyak varian
yang sudah dibuat, diharapkan butuh pelatihan khusus untuk meningkatkan daya
saing dengan produk pabrik. Mengingat selama ini mereka berkreasi secara
otodidak, tanpa melibatkan tutor yang benar2 kompeten di bidangnya. Bu Umiroti
juga berharap produk yang dihasilkan kelompoknya dapat diterima di kalangan
masyarakat luas. “Sekarang lagi ngebut untuk pembuatan tas kerja Pak Taufiq dan
Mbak Vivi. Semoga ke depannya semua pendamping PKH juga ikut membeli produk
kami” Kata Bu Umiroti sembari tersenyum malu sembari berharap.
Pada tingkatan lanjut, yang
menjadi masalah produksi adalah pemasaran barang. Pendamping PKH tidak tinggal
diam dalam membantu pemasaran. Selain dari mulut ke mulut, pendamping juga
selalu menampilkan Hasil karya KPM di setiap pameran atau bazar. “Seperti Acara
Family Gathering Kabupaten Nganjuk, Bazar di berbagai kecamatan pasti kita ajak”
kata Taufiq. Selain itu, pendamping juga sudah menyiapkan website atau blog
untuk media pemasaran di dunia digital. “bisa dilihat di
pkh-ngronggot.blogspot.co.id” ujarnya sambil mengepulkan asap rokoknya. Masalah
harga jual pun cukup bersaing. Harga di bandrol dari Rp. 40.000 – 150.000. Tergantung
penggunaan bahan dan tingkat kerumitan pembuatannya. “Jangan melihat harga dari
berapa rupiah yang diperoleh KPM, tapi seberapa besar anda menghargai jerih
payah KPM untuk memperbaiki taraf hidupnya. Dan itulah harga yang akan anda
peroleh dalam kehidupan”. Ujarnya lagi, layaknya motivator Mario Teguh.
Partisipasi Dalam Berbagai Kegiatan Sebagai Salah Satu Sarana Promosi |
Secara garis besar, Taufiq
berharap dengan dengan adanya bantuan PKH masyarakat tidak bermalas-malasan. Terus
mengejar ketertinggalan dengan berbagai cara yang positif. Salah satunya dengan
usaha kerajinan tas ini. “Perlu usaha keras untuk merubah pola pikir anggota
PKH yang merupakan keluarga miskin, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dengan adanya bantuan PKH, tidak serta merta membuat mereka berpangku tangan
menerima kenyataan sembari menunggu bantuan datang. Harus ada usaha nyata untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya, salah satunya dengan usaha kreatif seperti
ini” Kata Ayah dua anak ini. Semuanya harus terlibat, baik itu pemerintah,
pemilik modal maupun pihak swasta. Jangan biarkan jiwa kreatif mereka mati di
telan bumi. (Aufi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar